Jumat, 02 Mei 2014

Rabu, 10 Oktober 2012Jogja Mengukir Sejarah baru

Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX telah dilantik oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai gubernur dan wakil gubernur (wagub) DIY masa jabatan 2012-2017 di Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, Rabu 10 Oktober 2012. Banyak warga Jogja menyambut momentum awal pelaksanaan Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY tersebut. Melalui Keppres Nomor 87 tahun 2012, Presiden SBY melantik Sultan Hamengku Buwono X dan Pakualam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa bakti 2012-2017. Keppres tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Presiden SBY dalam amanatnya, memberikan perhatian besar atas keistimewaan DIY sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan dari negara. Undang - undang tersebut sebagai pengakuan atas status keistimewaan Yogyakarta secara lebih jelas, lebih formal, dan lebih utuh. Pelantikan itu merupakan momentum untuk semakin meneguhkan kembali cita-cita keistimewaan pasca disahkannya UUK DIY setelah melalui perjalanan dan perjuangan yang cukup panjang. Sebagian besar warga Jogja berharap momentum tersebut dapat membawa Yogyakarta ke arah yang lebih baik dan rakyatnya lebih sejahtera. Sementara itu, putri sulung Sultan, Gusti Pembayun mengatakan masyarakat DIY diharapkan dapat ikut memberikan masukan dan dukungan terhadap pemerintahan agar berjalan baik, demi terwujudnya DIY yang lebih baik dan sejahtera di masa depan. Demikianlah, hari Rabu pahing, tanggal 10 Oktober 2012 memang tiba-tiba menjelma menjadi tanggal yang bersejarah bagi masyarakat Yogyakarta. Pada hari dan tanggal tersebut telah terlaksana dengan khidmat sebuah momentum penting, Pelantikan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur dan Sri Paduka Paku Alam IX sebagai Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga Jogjapun menyambut dengan senang seraya menaruh harapan besar akan kehidupan yang lebih baik, aman, damai, dan sejahtera.

Sekilas Sejarah Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat provinsi, di Indonesia. Ibukota provinsi DIY adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai predikat, baik dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota oerjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama pemberian dari Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berasal dari kata Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja (karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa). Sedangkan Daerah Istimewa Yogya­karta itu sendiri sejarahnya dimulai sejak tahun 1945. Beberapa minggu setelah Proklamasi Ke­merdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan (lebih dikenal dengan Amanat 5 September 1945). Dekrit ini dikeluarkan karena desakan dari rakyat dan melihat kondisi yang ada di Yogyakarta saat itu. Dekrit serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII di hari yang sama. Adapun isi kedua dekrit yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII tersebut sama yaitu integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Menurut sejarah dekrit integrasi ini juga dikeluarkan oleh kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Saat itu wilayah Kesultanan Yogya­karta (wilayah Sri Sultan Hamengku Buwono IX) adalah, Kabupaten Kota Yogyakarta (dipimpin oleh Bupati KRT Hardjodiningrat, Kabupaten Sleman (dengan Bupati KRT Pringgodiningrat), Kabupaten Bantul (dengan Bupati KRT Joyo­diningrat), Kabupaten Gunungkidul (dengan Bupati KRT Suryodiningrat), dan Kabupaten Kulonprogo (dengan Bupati KRT Secodiningrat). Sedangkan wilayah Praja Paku Alaman (wilayah Paku Alam VIII) adalah, Kabupaten Kota Paku Alaman (dengan Bupati KRT Brotodiningrat), dan Kabupaten Adikarto (dengan Bupati KRT Suryaningprang). Beberapa waktu kemudian Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit bersama (lebih dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945) yang isinya menyerahkan kekuasaan legislatif kepada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Ini sehari setelah terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta (29 Oktober 1945) yang diketuai oleh Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo. Semenjak itu setiap dekrit yang dikeluarkan oleh pihak kerajaan tidak hanya ditandatangani oleh pihak kerajaan saja tapi juga ditandatangai oleh Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta yang menyimbolkan persetujuan rakyat atas dekrit yang dikeluarkan tersebut. Nama Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri mulai resmi dipergunakan sejak tanggal 18 Mei 1946. Nama tersebut ber­dasarkan Maklumat No. 18 tentang Dewan- Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemerintahan monarki terus berjalan sampai dikeluarkan UU No. 3 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta dan pengukuhan Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman sebagai bagian integral dari Negara Indonesia. Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkaitan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap terjaga. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram. (ZED/Sangkakala)

(diolah dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

berilah komentar yang cerdas, jangan mencantumkan link hidup (bikin berat brooo,....)