Hubungan Akrab Bung Karno dengan Sosrokartono
Bung Karno |
Berhubungan apakah dia dengan Bung Karno? Cukup
rapat. Pertama, keduanya berdiam di Bandung semasa pergerakan. Kedua,
Sosrokartono bolehlah disebut sebagai salah satu guru spiritual Bung Karno.
Seseorang bisa menyimak hubungan akrab Bung
Karno dengan Drs.R.M.P Sosrokartono, kakak kandung RA Kartini. Seperti
diketahui, selain dikenal sebagai jurnalis dan ahli bahasa ulung di Eropa,
sosrokartono lebih banyak berkecimpung dalam dunia spiriritual setelah pulang
ke tanah air pada tahun 1925.
Dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams,
Bung Karno menceritakan ramalan sosrokartono ketika ia akan divonis oleh hakim
yang mengadilinya di Bandung pada tahun 1930.
Alkisah, ketika 18 Agustus 1930 Bung Karno
dihadapkan didepan pengadilan Hindia Belanda di Landraad Bandung. Pembelaan
Bung Karno yang monumental: “Indonesia Menggugat” tak juga meloloskannya dari
jerat penjara. Perdebatan sengit Bung Karno dengan tuan-tuan hakim, tak juga
melepaskannya dari jeruji besi.
Meski sejatinya, pasal-pasal yang dituduhkan
kepada Bung Karno, sangat berlebihan. Bung Karno dijerat dengan Kitab Undang
Undang Hukum Pidana Hindia Belanda, pasal 169. Selain pasal itu, Bung Karno
juga dituding menyalahi pasal 161, 171 dan 153. Ini adalah pasal-pasal “de
Haatzaai Artikelen”, yaitu pasal-pasal pencegah penyebaran rasa benci.
Formalnya, ia dituduh “mengambil bagian dalam suatu organisasi yang mempunyai
tujuan menjalankan kejahatan di samping… usaha menggulingkan kekuasaan Hindia
Belanda….”
Dalam suatu perdebatan di ruang sidang, Bung
Karno menggeledek, “Pengadilan menuduh kami telah menjalankan kejahatan.
Kenapa? Dengan apa kami menjalankan kejahatan, Tuan-tuan Hakim yang terhormat?
Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom? Senjata kami hanyalah rencana….”
Selanjutnya Bung Karno berteriak, “Tujuan kami
adalahexorbitante
rechten, hak-hak luar biasa Gubernur Jenderal, yang secara perikemanusiaan
tidak lain adalah pengacauan yang dihalalkan. Satu-satunya dinamit yang pernah
kami tanamkan adalah suara jeritan penderitaan kami. Medan perjuangan kami tak
lain daripada gedung-gedung pertemuan dan suratkabar-suratkabar umum.”
Berikutnya, Bung Karno makin berani menyuarakan
suara hati rakyat Indonesia, “Ya, kami memang kaum revolusioner. Kata
‘revolusioner’ dalam pengertian kami adalah ‘radikal’, mau mengadakan perubahan
dengan lekas. Tuan-tuan Hakim yang terhormat, sedangkan seekor cacing kalau
disakiti, dia akan menggeliat dan berbalik-balik. Begitu pun kami. Tidak
berbeda daripada itu!”
Hakim dan seluruh hadirin di ruang sidang
bungkam. Hening. Suara yang membahana di ruang itu hanya suara Soekarno.
“Golok. Bom. Dinamit. Keterlaluan! Seperti tidak ada senjata yang lebih tajam
lagi daripada golok, bom, dan dinamit. Semangat perjuangan rakyat yang
berkobar-kobar akan dapat menghancurkan manusia lebih cepat daripada ribuan
armada perang yang dipersenjatai lengkap. Suatu negara dapat berdiri tanpa tank
dan meriam. Akan tetapi suatu bangsa tidak mungkin bertahan tanpa kepercayaan.
Ya, kepercayaan, dan itulah yang kami punyai. Itulah senjata rahasia kami.”
Masih mengalun dan bergelombang-gelombang
pernyataan-pernyataan Soekarno di persidangan itu. Ia menutupnya dengan
kalimat, “Saya menolak tuduhan mengadakan rencana rahasia mengadakan pemberontakan
bersenjata. Sungguhpun begitu, jikalau sudah menjadi Kehendak Yang Maha Kuasa,
bahwa gerakan yang saya pimpin akan memperoleh kemajuan pesat dengan
penderitaan saya, maka saya menyerahkan diri dengan pengabdian yang
setinggi-tingginya ke hadapan Ibu Indonesia, dan mudah-mudahan ia menerima
nasib saya sebagai pengorbanan yang harum semerbak di atas pangkuan persadanya.
Tuan-tuan hakim, saya, bersama-sama dengan rakyat dari bangsa ini, siap sedia
mendengarkan putusan tuan-tuan Hakim.”
Nah, di malam sebelum majelis hakim mengetukkan
palu putusan, enam orang pembela Bung Karno, tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu diam-diam pergi ke kediaman Drs. R.M.P. Sosrokartono, ahli kebatinan
yang sangat dihormati di Kota Kembang. Kisah itu baru diceritakakan kepada Bung
Karno kemudian hari.
Malam itu, sekalipun malam telah jauh terbenam,
keenam orang itu tetap menuju kediaman Sosrokartono, sekalipun tidak ada
janji-temu sebelumnya. Ajaib! Sesampai di depan pintu, belum lagi tangan
mengetuk daun pintu, seorang pembantu membukakan pintu dan menyampaikan, “Pak
Sosro sudah menunggu-nunggu….” Dan mengiringkan mereka masuk.
Ajaib yang kedua. Di dalam, sudah ada enam
kursi setengah melingkar menghadap Raden Sosrokartono. Mata batin Sosrokartono
begitu tajam, sehingga ia bisa mengetahui bahwa tengah malam akan datang enam
orang kawan-kawan Soekarno. Makin takjub saja keenam orang tadi demi melihat
dan merasakan semua yang dialaminya malam itu. Dan belum lagi ada yang mengucap
kata, Sosrokartono langsung mengucapkan tiga kalimat, “Sukarno adalah seorang
satria. Pejuang seperti satria boleh saja jatuh, tetapi ia akan bangkit
kembali. Waktunya tidak lama lagi.”
Apa yang terjadi keesokan harinya? Sukarno
dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Paling berat. Sementara tiga kawan
seperjuangan, Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata diganjar penjara
separuh waktu Soekarno. Upaya banding ke Raud van
Justitie gagal.
Hukuman Soekarno pun dikukuhkan.
Dari kisah itulah dapat kita ketahui akan
keakraban Bung Karno dengan Drs. R.M.P Sosrokartono dalam dunia spiritualnya.
Karena Bung Karno sejak muda sudah akrab dengan orang-orang kebatinan untuk
berkonsultasi mengenai berbagai masalah, termasuk masalah kenegaraan.
Tetapi yang membedakan Bung Karno dengan banyak
orang yang percaya pada dunia kebatinan adalah wawasan dan pengetahuannya yang
luas. Bung Karno adalah orang pemikir besar berotak brilian, seorang seniman
dan kutu buku yang bisa diajak bicara apa saja.
0 komentar:
Posting Komentar
berilah komentar yang cerdas, jangan mencantumkan link hidup (bikin berat brooo,....)