Jumat, 02 Mei 2014

Doa Bersama Lintas Keyakinan di Borobudur dan Bangkitnya Ruh Nusantara

Prof. Dr. Damardjati Supadjar didanpingi pejabat yang mewakili Bupati Magelang
Acara Spiritual Lintas Keyakinan telah sukses digelar di Borobudur pada tanggal 21 Juni 2012. Acara yang diprakarsai oleh Pemilik Rumah Herbal di sekitar kaki Gunung Arjuno, Guntur Bisowarno, dan diketuai oleh Jack Priyana yang kemudian membentuk Komite Penggerak Budaya Borobudur tersebut, berjalan lancar diikuti oleh 21 peserta termasuk peserta dari DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatra Utara (Medan). Komite tersebut dibentuk atas ide Gus Nur (Pimpinan Ponpes Gapuro), dengan tim pengonsep Sulkhan, Jack Priyana, dan Nurcholish. Dalam rangkaian acara yang berlangsung khidmat tersebut diikuti pula oleh Prabowo Respatyo Caturroso, MM, Phd (Dirjen Peternakan Kementrian Pertanian RI), Pimpinan Pondok Pesantren, Perwakilan Pengelola Taman Borobudur, warga Borobudur, seniman, serta para pemimpin Paguyuban Seni dan Spiritual yang ada di wilayah Magelang dan sekitarnya, termasuk dari Jogja dan Solo.
Do’a bersama juga dilakukan serentak di wilayah Wonosobo, Parakan, Temanggung, dan Ngadirejo yang melibatkan 15 Pondok Pesantren di  tempat masing-masing dipimpin oleh 71 para sesepuh termasuk Pimpinan atau kyai Ponpes. Daerah Salatiga, Grabag Magelang dan sekitarnya melibatkan 17 Pondok pesantren dipimpin oleh 35 sesepuh termasuk Pimpinan atau Kyai Ponpes. Kira-kira pukul 21.20 dimulailah acara do’a bersama lintas keyakinan, semua peserta berpencar di sekitar Museum Borobudur,
menempatkan diri di area yang menurut mereka pas untuk berdo’a memohon kepada Tuhan Yang Maha Agung agar Negara Indonesia diberikan jalan keluar dari segala permasalahan, sehingga tercapailah Negara yang adil, makmur, sentosa dan sejahtera. Dalam waktu yang bersamaan dimulailah do’a bersama di tempat
yang berbeda, yang sebagian besar dilakukan oleh para kyai dan santri dari berbagai pondok pesantren serta beberapa kelompok atau paguyuban
seni dan budaya spiritual yang ada di lingkup DIY-Jateng seperti Salatiga, Temanggung, Magelang, dan Penduduk Lereng Merapi.Mereka berdo’a di tempat masingmasing
sesuai dengan keyakinan masing-masing. Acara yang bertemakan “menetralisir unsur-unsur negatif yang tidak sesuai dengan tuntunan agama apapun” tersebut, seiring perjalanan waktu kemudian disusul dengan acara
Sarasehan dan do’a bersama pada tanggal 5 Juli 2012 di Pelataran Candi Borobudur yang diikuti oleh beberapa element penting lintas keyakinan termasuk dihadiri pula oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar (guru besar Filsafat UGM), M. Sayyidil Mursalin/ Gus Nur (Pimpinan Ponpes Gapuro& Ketua Lembaga Adat Nusantara Yayasan Poetro Negoro), Pejabat yang mewakili Bupati Magelang, Perwakilan PT Taman Borobudur, Acarya Shiwa Buddha Yogma (pemuka agama Hindu dari Bali), Jatmoko
(Ketua Paguyuban Notonagoro/ Catur Padmonegoro) dan sejumlah wartawan serta aparat kepolisian. Acara yang dipandu oleh Nurcholish (Pemred Tabloid Sangkakala) tersebut, diawali sambutan oleh Perwakilan Bupati Magelang, dilanjutkan dengan Ceramah dan Diskusi tentang “Borobudur dan Kejayaan Nusantara” oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar. Acara yang berlangsung khidmat dan dihiasi sinar bulan Purnama Sidhi tersebut, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maklumat Borobudur Kalpa Sutra Mandala Mattaram oleh Gus Nur, dan diakhiri do’a oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar. Sementara acara tersebut berlangsung,ditempat yang agak terpisah sekitar sepuluh meter, dapat disaksikan pula acara ritual yang dipimpin oleh seorang pemuka Hindu dari Bali, Acarya Shiwa Buddha Yogma. Romo Yogma (sapaan akrabnya) terlihat duduk bersila memejamkan mata, sementara para pengiringnya mulai menyalakan beberapa obor yang disebutnya sebagai “penyalaan mercusuar Nusantara”.
Semua itu, secara spiritual, dilakukan berdasarkan petunjuk atau wangsit yang turun kepada beberapa yang hadir dalam acara tersebut. Petunjuk tersebut secara umum menggambarkan bentuk dan jiwa Borobudur yang seolah memberi arah perintah untuk melakukan do’a bersama di Borobudur demi menyongsong bangkitnya kembali ruh dan kejayaan Nusantara di masamasa yang akan datang. Semoga.

 

 

Maklumat Borobudur untuk generasi muda dan pemegang kekuasaan


Sebagai langkah awal untuk menyongsong bangkitnya kembali ruh Nusantara, yang secara spiritual dapat diartikan sebagai penyalaan mercusuar Borobudur, pada hari Kamis, 5 Juli 2012, dimulailah serangkaian acara yang berlangsung hening, khidmat, dan tertib di Pelataran Candi Borobudur. Secara garis besar, acara tersebut berlangsung lancar, diawali dengan do’a, ceramah umum pencerahan oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar (Guru Besar Fakultas Filsafat UGM), dan diakhiri dengan tanya jawab dan do’a. Sementara itu, Acarya Shiwa Budha Yogma beserta pengiringnya dari Bali melakukan ritual di tempat yang terpisah. Sebelum acara ditutup,tiba saatnya dikumandangkan Maklumat Borobudur oleh salah satu pemerakarsa acara malam tersebut, seorang kyai muda dari Nganjuk, Jawa Timur, pimpinan Pondok Pesantren Gapuro, Weleri, Kendal, yang akrab disapa Gus Nur (Muhammad Sayyidil Mursalin). Adapun bunyi dari maklumat tersebut adalah sebagai berikut: 

KALPA SUTRA MANDALA MATTARAM (TATANAN AJARAN BUDI PEKERTI LUHUR)

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa serta didorong oleh keinginan yang luhur, Kami segenap anak bangsa yang peduli akan budi pekerti warisan leluhur Nusantara demi terciptanya masa depan yang gemilang, meneguhkan harga diri bangsa, terciptanya kejayaan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, dengan ini menyatakan sebuah kebulatan tekad dalam larik-larik sutra mandala: 

Kama BatharaGada SanyataNala PadhangaJawahacaya

Maklumat tersebut ditandatangani oleh Prof.Dr. Damardjati Supadjar dan Gus Nur, sebagai simbol komitmen bersama atas penyatuan semangat antara generasi kasepuhan dan generasi muda yang senantiasa siap-sedia dalam membangun dan ikut serta berperan dalam pembangunan jiwa dan raga Bangsa Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan semangat yang terdapat dalam Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya.

REVITALISASI HURUF-HURUF KEHIDUPAN

Kata-kata yang tersusun pada Maklmumat Borobudur merupakan varian dari susunan huruf Jawa yang sudah dikenal selama ini, yaitu: Hanacaraka, Datasawala, Padhajayanya, Magabatanga. Susunan tersebut setelah direnungkan dengan laku bathin oleh Pak Damar, panggilan akrab Prof. Dr. Damardjati Supadjar, akhirnya diperoleh sebuah susunan kata yang berbeda secara arti harafiahnya, dan begitu dalam secara maknanya. Susunan kata Hanacaraka, Datasawala, Padhajayanya, Magabatanga, lebih mengacu pada kisah deskriptif tentang dua orang kepercayaan yang sama-sama teguh memegang amanat sang pemberi perintah, yakni Ajisaka. Jika dikaji maknanya, susunan huruf Jawa tersebut mengacu pada konsep tentang kesakralan seksualitas, bahwa semua hal tentang seks semestinya dijaga dengan baik dan memang sangat sakral, karena menyangkut salah satu bagian penting dalam gerak-langkah episode kehidupan manusia. Maka, tidak heran jika banyak peninggalan sejarah yang menggambarkan bentuk kesakralan seksualitas, seperti munculnya bentuk-bentuk lingga dan yoni pada banyak candi di Pulau Jawa. Jika Hanacaraka , Datasawala, Padhajayanya, Magabatanga demikian adanya, maka kama bathara gada sanyata nala padhanga jawahacaya, akan berbeda. Susunan huruf Jawa tersebut bermakna seperti uraian di bawah ini. 

Kama Bathara 

Kama berarti daya atau pada kaum laki-laki dapat juga berarti sperma, Bathara berarti sesuatu yang berhubungan dengan yang ditinggikan, dewa, kahyangan. Jadi maknanya dapat berarti daya dalam atau sperma terutama para generasi muda jika ingin melakukan laku spiritual untuk mendapatkan derajat tinggi dalam pandangan Tuhan, janganlah suka mengeluarkan secara sembarangan, termasuk yang di dunia medis dikenal istilah onani atau masturbasi. Jika hal ini dapat dilakukan secara gentur atau kontinu, maka bersiap-siaplah untuk menyongsong kejernihan hati dan pikir dalam setiap mengisi kekosongan waktu yang selalu terluang setiap detik, setiap menit. 

Gada Sanyata  

Gada Sanyata berhubungan dengan simpul syaraf. Jika simpul syaraf para pemegang kekuasaan di negeri ini sudah cocok antara kesadaran diri (yang di dalam) dengan perilaku hidupnya, maka akan tercipta kedaulatan rakyat 

Nala Padhanga 

Nala berarti hati, padhang berarti terang. Jika ingin mencapai pencerahan, maka hati harus bersih, jernih, sehingga bersinar terang. Bersihkan hati, lapangkan dada, sehingga beban bersama menjadi ringan. Jika dada sudah lapang, melihat perbedaan termasuk melihat orang lain yang berbeda keyakinan, bukan persoalan, karena pada hakikatnya semua sama-sama ciptaan Tuhan seru sekalian alam. Bumi yang aman, tentram, dan
damai tentu akan sama-sama kita rasakan.

Jawahacaya

Apabila kama bathara, gada  sanyata, dan nala padhanga sudah dapat terlaksana secara menyeluruh di negeri ini, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mencapai masa keemasannya. Jawah berarti hujan, caya berarti cahaya. Hujan cahaya akan selalu turun di Bumi Nusantara.

Keempat hal tersebut, titik fokusnya pada generasi muda dan para pemegang kekuasaan. Oleh karena itu, demi masa depan Indonesia yang lebih baik, sudah semestinya Maklumat Borobudur disebarluaskan keseluruh pelosok negeri, agar tidak hanya menjadi piagam yang tak bermakna. Hal ini sangat penting, mengingat generasi muda saat ini banyak mendapat tantangan zaman, termasuk persoalan pornografi, narkoba, ketidakpedulian akan budaya bangsa, dan cenderung terlena oleh arus globalisasi. Sementara itu, kasus korupsi yang dilakukan oleh sebagian para pemegang kekuasaan juga menjadi fokus dalam maklumat tersebut. Hal ini seolah-olah menandakan betapa sulitnya mencari orang-orang amanah di negeri ini, padahal kenyataannya mungkin masih banyak, tetapi waktu dan kesempatan sajalah yang belum berpihak. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar

berilah komentar yang cerdas, jangan mencantumkan link hidup (bikin berat brooo,....)