Geliat Seni Reog Ponorogo
Di bawah matahari yang terik pada Jumat siang tanggal 12 Oktober 2012,
ada sebuah keramaian yang tak biasa di lapangan Desa Minomartani, Kecamatan
Ngaglik, Sleman. Ternyata sebuah pertunjukan seni reog yang cukup menarik.
Dikatakan demikian karena pertunjukan reog siang itu melibatkan 20-an paguyuban
seni reog dari Ponorogo dan Madiun. Seolah menjawab tantangan zaman mereka
dengan penuh semangat memainkan peranan-peranan dalam kesenian khas Ponorogo
tersebut dengan sepenuh hati.
Ada sejumlah nama paguyuban seni reog yang ikut serta dalam acara yang dikemas seperti festival ersebut, antara
lain; Paguyuban Seni Reog Singo Budoyo, Singo Yehuda, Singo Ludro, dan Singo
Yudho Mulyo. Atraksi yang ditampilkan selain gebyar reog bersama, jathilan,
atraksi barong, atraksi kucingan, warok Ponorogo, dan atraksi panjat bambu.
Menurut Sugiono, pimpinan Seni Reog Joyo Manunggal dari Madiun, yang juga ikut
serta dalam acara tersebut, pertunjukan reog gabungan tersebut akan berlangsung
11 hari di 11 tempat yang berbeda. "Saya bersyukur para pemuda di Madiun
semakin menunjukan ketertarikannya pada seni reog, ini bagus untuk upaya
pelestarian seni reog ." katanya mantap.
Seni reog Ponorogo merupakan kesenian budaya khas Ponorogo yang
biasanya di awal pertunjukan tak lepas dari pertunjukan jathilan, yang
dimainkan oleh seorang perempuan dengan menungangi kuda yang terbuat dari bambu
yang dianyam. Seni reog biasa menampilkan kepala singa yang dipadu dengan bulu
merak yang dirangkai tegak berdiri di atasnya. Menurut Glondor, seorang
pebarong (sebutan untuk pemain barong) dari Madiun, harga satu Dadak Merak
(sebentuk kepala harimau yang dihiasi ratusan helai bulu-bulu burung merak
setinggi dua meter yang beratnya bisa mencapai 50-an kilogram, red) saat
sekarang mencapai 15 juta rupiah. Hal ini dikarenakan di pasaran harga bulu
merak relatif mahal, sehingga saat ini pembuatannya sampai banyak yang harus
mengimpor dari luar negeri.
Di sebelah barat alun-alun Ponorogo, banyak dijumpai pernak –
pernik reog mini yang dijual dengan kisaran harga minimal 1 jutaan. Di setiap
bulan Muharam atau Suro, di tempat tersebut biasa diadakan festival reog yang
di ikuti oleh seluruh paguyuban seni reog yang berasal dari berbagai daerah
lain, tidak hanya dari Ponorogo, tetapi juga dari kota-kota lain di Pulau Jawa,
bahkan dari luar Jawa.
Reog identik dengan para warok, yang mana kata warok menurut
sesupuh Ponorogo yang tak mau disebutkan namanya berasal dari kata wiro’i yang
dalam Bahasa Arab bermakna orang yang menjauhi barang-barang samar atau yang
belum tentu jelas kebenaran halal-haramnya. Sedangkan nama Ponorogo berasal dari
kata fana raga yang artinya ketiadaan jasad.
Kisah asal mula seni reog berasal dari kerajaan Kediri. Pada saat
itu sang raja mempunyai putri cantik jelita bernama Dewi Sanggalangit, yang
masih belum mempunyai pasangan. Belum menikahnya sang putri membuat gundah
raja, sehingga rajapun memanggil Dewi Sanggalangit agar mau untuk menikah. Dewi
Sanggalangit bersemadi untuk mencari petunjuk dari yng Maha Kuasa, dan dalam
semedinya putri cantik tersebut menerima wangsit bahwa calon suaminya harus
mempersembahkan sebuah tontonan yang menarik, semacam tarian yang diiringi
tabuhan dan gamelan, dilengkapi dengan barisan kuda kembar sebanyak seratus
empat puluh ekor, dan harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua. Semuanya
itu nantinya akan dijadikan iringan pengantin.
Dalam versi lain dikisahkan legenda Reog atau Barongan bermula
dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja
Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi
kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri.
Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong
(harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai
harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri.
Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan
pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna.
***NCH/Sangkakala
0 komentar:
Posting Komentar
berilah komentar yang cerdas, jangan mencantumkan link hidup (bikin berat brooo,....)