Doa Bersama Lintas Keyakinan di Borobudur dan Bangkitnya Ruh Nusantara
Prof. Dr. Damardjati Supadjar didanpingi pejabat yang mewakili Bupati Magelang |
Acara Spiritual Lintas Keyakinan
telah sukses digelar di Borobudur pada tanggal 21 Juni 2012. Acara yang
diprakarsai oleh Pemilik Rumah Herbal di sekitar kaki Gunung Arjuno,
Guntur Bisowarno, dan diketuai oleh Jack Priyana yang kemudian membentuk
Komite Penggerak Budaya Borobudur tersebut, berjalan lancar diikuti
oleh 21 peserta termasuk peserta dari DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Sumatra Utara (Medan). Komite tersebut dibentuk atas ide Gus Nur
(Pimpinan Ponpes Gapuro), dengan tim pengonsep Sulkhan, Jack Priyana,
dan Nurcholish. Dalam rangkaian acara yang berlangsung khidmat tersebut
diikuti pula oleh Prabowo Respatyo Caturroso, MM, Phd (Dirjen Peternakan
Kementrian Pertanian RI), Pimpinan Pondok Pesantren, Perwakilan
Pengelola Taman Borobudur, warga Borobudur, seniman, serta para pemimpin
Paguyuban Seni dan Spiritual yang ada di wilayah Magelang dan
sekitarnya, termasuk dari Jogja dan Solo.
Do’a bersama juga dilakukan serentak di wilayah Wonosobo, Parakan, Temanggung, dan Ngadirejo yang melibatkan 15 Pondok Pesantren di tempat masing-masing dipimpin oleh 71 para sesepuh termasuk Pimpinan atau kyai Ponpes. Daerah Salatiga, Grabag Magelang dan sekitarnya melibatkan 17 Pondok pesantren dipimpin oleh 35 sesepuh termasuk Pimpinan atau Kyai Ponpes. Kira-kira pukul 21.20 dimulailah acara do’a bersama lintas keyakinan, semua peserta berpencar di sekitar Museum Borobudur,
Do’a bersama juga dilakukan serentak di wilayah Wonosobo, Parakan, Temanggung, dan Ngadirejo yang melibatkan 15 Pondok Pesantren di tempat masing-masing dipimpin oleh 71 para sesepuh termasuk Pimpinan atau kyai Ponpes. Daerah Salatiga, Grabag Magelang dan sekitarnya melibatkan 17 Pondok pesantren dipimpin oleh 35 sesepuh termasuk Pimpinan atau Kyai Ponpes. Kira-kira pukul 21.20 dimulailah acara do’a bersama lintas keyakinan, semua peserta berpencar di sekitar Museum Borobudur,
menempatkan
diri di area yang menurut mereka pas untuk berdo’a memohon kepada Tuhan
Yang Maha Agung agar Negara Indonesia diberikan jalan keluar dari
segala permasalahan, sehingga tercapailah Negara yang adil, makmur,
sentosa dan sejahtera. Dalam waktu yang bersamaan dimulailah do’a
bersama di tempat
yang berbeda, yang sebagian besar
dilakukan oleh para kyai dan santri dari berbagai pondok pesantren serta
beberapa kelompok atau paguyuban
seni dan budaya spiritual yang ada di lingkup DIY-Jateng seperti Salatiga, Temanggung, Magelang, dan Penduduk Lereng Merapi.Mereka berdo’a di tempat masingmasing
seni dan budaya spiritual yang ada di lingkup DIY-Jateng seperti Salatiga, Temanggung, Magelang, dan Penduduk Lereng Merapi.Mereka berdo’a di tempat masingmasing
sesuai dengan keyakinan
masing-masing. Acara yang bertemakan “menetralisir unsur-unsur negatif
yang tidak sesuai dengan tuntunan agama apapun” tersebut, seiring
perjalanan waktu kemudian disusul dengan acara
Sarasehan
dan do’a bersama pada tanggal 5 Juli 2012 di Pelataran Candi Borobudur
yang diikuti oleh beberapa element penting lintas keyakinan termasuk
dihadiri pula oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar (guru besar Filsafat
UGM), M. Sayyidil Mursalin/ Gus Nur (Pimpinan Ponpes Gapuro& Ketua
Lembaga Adat Nusantara Yayasan Poetro Negoro), Pejabat yang mewakili
Bupati Magelang, Perwakilan PT Taman Borobudur, Acarya Shiwa Buddha
Yogma (pemuka agama Hindu dari Bali), Jatmoko
(Ketua Paguyuban Notonagoro/ Catur Padmonegoro) dan sejumlah wartawan serta aparat kepolisian. Acara yang dipandu oleh Nurcholish (Pemred Tabloid Sangkakala) tersebut, diawali sambutan oleh Perwakilan Bupati Magelang, dilanjutkan dengan Ceramah dan Diskusi tentang “Borobudur dan Kejayaan Nusantara” oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar. Acara yang berlangsung khidmat dan dihiasi sinar bulan Purnama Sidhi tersebut, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maklumat Borobudur Kalpa Sutra Mandala Mattaram oleh Gus Nur, dan diakhiri do’a oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar. Sementara acara tersebut berlangsung,ditempat yang agak terpisah sekitar sepuluh meter, dapat disaksikan pula acara ritual yang dipimpin oleh seorang pemuka Hindu dari Bali, Acarya Shiwa Buddha Yogma. Romo Yogma (sapaan akrabnya) terlihat duduk bersila memejamkan mata, sementara para pengiringnya mulai menyalakan beberapa obor yang disebutnya sebagai “penyalaan mercusuar Nusantara”.
Semua itu, secara spiritual, dilakukan berdasarkan petunjuk atau wangsit yang turun kepada beberapa yang hadir dalam acara tersebut. Petunjuk tersebut secara umum menggambarkan bentuk dan jiwa Borobudur yang seolah memberi arah perintah untuk melakukan do’a bersama di Borobudur demi menyongsong bangkitnya kembali ruh dan kejayaan Nusantara di masamasa yang akan datang. Semoga.
(Ketua Paguyuban Notonagoro/ Catur Padmonegoro) dan sejumlah wartawan serta aparat kepolisian. Acara yang dipandu oleh Nurcholish (Pemred Tabloid Sangkakala) tersebut, diawali sambutan oleh Perwakilan Bupati Magelang, dilanjutkan dengan Ceramah dan Diskusi tentang “Borobudur dan Kejayaan Nusantara” oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar. Acara yang berlangsung khidmat dan dihiasi sinar bulan Purnama Sidhi tersebut, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maklumat Borobudur Kalpa Sutra Mandala Mattaram oleh Gus Nur, dan diakhiri do’a oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar. Sementara acara tersebut berlangsung,ditempat yang agak terpisah sekitar sepuluh meter, dapat disaksikan pula acara ritual yang dipimpin oleh seorang pemuka Hindu dari Bali, Acarya Shiwa Buddha Yogma. Romo Yogma (sapaan akrabnya) terlihat duduk bersila memejamkan mata, sementara para pengiringnya mulai menyalakan beberapa obor yang disebutnya sebagai “penyalaan mercusuar Nusantara”.
Semua itu, secara spiritual, dilakukan berdasarkan petunjuk atau wangsit yang turun kepada beberapa yang hadir dalam acara tersebut. Petunjuk tersebut secara umum menggambarkan bentuk dan jiwa Borobudur yang seolah memberi arah perintah untuk melakukan do’a bersama di Borobudur demi menyongsong bangkitnya kembali ruh dan kejayaan Nusantara di masamasa yang akan datang. Semoga.
Maklumat Borobudur untuk generasi muda dan pemegang kekuasaan
Sebagai
langkah awal untuk menyongsong bangkitnya kembali ruh Nusantara, yang
secara spiritual dapat diartikan sebagai penyalaan mercusuar Borobudur,
pada hari Kamis, 5 Juli 2012, dimulailah serangkaian acara yang
berlangsung hening, khidmat, dan tertib di Pelataran Candi Borobudur.
Secara garis besar, acara tersebut berlangsung lancar, diawali dengan
do’a, ceramah umum pencerahan oleh Prof. Dr. Damardjati Supadjar (Guru
Besar Fakultas Filsafat UGM), dan diakhiri dengan tanya jawab dan do’a.
Sementara itu, Acarya Shiwa Budha Yogma beserta pengiringnya dari Bali
melakukan ritual di tempat yang terpisah. Sebelum acara ditutup,tiba
saatnya dikumandangkan Maklumat Borobudur oleh salah satu pemerakarsa
acara malam tersebut, seorang kyai muda dari Nganjuk, Jawa Timur,
pimpinan Pondok Pesantren Gapuro, Weleri, Kendal, yang akrab disapa Gus
Nur (Muhammad Sayyidil Mursalin). Adapun bunyi dari maklumat tersebut
adalah sebagai berikut:
KALPA SUTRA MANDALA MATTARAM (TATANAN AJARAN BUDI PEKERTI LUHUR)
Dengan
rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa serta didorong oleh keinginan yang luhur,
Kami segenap anak bangsa yang peduli akan budi pekerti warisan leluhur
Nusantara demi terciptanya masa depan yang gemilang, meneguhkan harga
diri bangsa, terciptanya kejayaan dan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia, dengan ini menyatakan sebuah kebulatan tekad dalam
larik-larik sutra mandala:
Kama BatharaGada SanyataNala PadhangaJawahacaya
Maklumat
tersebut ditandatangani oleh Prof.Dr. Damardjati Supadjar dan Gus Nur,
sebagai simbol komitmen bersama atas penyatuan semangat antara generasi
kasepuhan dan generasi muda yang senantiasa siap-sedia dalam membangun
dan ikut serta berperan dalam pembangunan jiwa dan raga Bangsa
Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan semangat yang terdapat dalam Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya, bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk
Indonesia Raya.
REVITALISASI HURUF-HURUF KEHIDUPAN
Kata-kata yang tersusun pada
Maklmumat Borobudur merupakan varian dari susunan huruf Jawa yang sudah
dikenal selama ini, yaitu: Hanacaraka, Datasawala, Padhajayanya,
Magabatanga. Susunan tersebut setelah direnungkan dengan laku bathin
oleh Pak Damar, panggilan akrab Prof. Dr. Damardjati Supadjar, akhirnya
diperoleh sebuah susunan kata yang berbeda secara arti harafiahnya, dan
begitu dalam secara maknanya. Susunan kata Hanacaraka, Datasawala,
Padhajayanya, Magabatanga, lebih mengacu pada kisah deskriptif tentang dua orang kepercayaan yang sama-sama teguh memegang amanat sang pemberi perintah, yakni Ajisaka. Jika dikaji maknanya, susunan huruf Jawa tersebut mengacu pada konsep tentang kesakralan seksualitas, bahwa semua hal tentang seks semestinya dijaga dengan baik dan memang sangat
sakral, karena menyangkut salah satu bagian penting dalam gerak-langkah
episode kehidupan manusia. Maka, tidak heran jika banyak peninggalan
sejarah yang menggambarkan bentuk kesakralan seksualitas, seperti
munculnya bentuk-bentuk lingga dan yoni pada banyak candi di Pulau Jawa.
Jika Hanacaraka , Datasawala, Padhajayanya, Magabatanga demikian
adanya, maka kama bathara gada sanyata nala padhanga jawahacaya, akan
berbeda. Susunan huruf Jawa tersebut bermakna seperti uraian di bawah
ini.
Kama Bathara
Kama berarti daya
atau pada kaum laki-laki dapat juga berarti sperma, Bathara berarti
sesuatu yang berhubungan dengan yang ditinggikan, dewa, kahyangan. Jadi
maknanya dapat berarti daya dalam atau sperma terutama para generasi
muda jika ingin melakukan laku spiritual untuk mendapatkan derajat
tinggi dalam pandangan Tuhan, janganlah suka mengeluarkan secara
sembarangan, termasuk yang di dunia medis dikenal istilah onani atau
masturbasi. Jika hal ini dapat dilakukan secara gentur atau kontinu,
maka bersiap-siaplah untuk menyongsong kejernihan hati dan pikir dalam
setiap mengisi kekosongan waktu yang selalu terluang setiap detik,
setiap menit.
Gada Sanyata
Gada Sanyata
berhubungan dengan simpul syaraf. Jika simpul syaraf para pemegang
kekuasaan di negeri ini sudah cocok antara kesadaran diri (yang di
dalam) dengan perilaku hidupnya, maka akan tercipta kedaulatan rakyat
Nala Padhanga
Nala berarti
hati, padhang berarti terang. Jika ingin mencapai pencerahan, maka hati
harus bersih, jernih, sehingga bersinar terang. Bersihkan hati,
lapangkan dada, sehingga beban bersama menjadi ringan. Jika dada sudah
lapang, melihat perbedaan termasuk melihat orang lain yang berbeda
keyakinan, bukan persoalan, karena pada hakikatnya semua sama-sama
ciptaan Tuhan seru sekalian alam. Bumi yang aman, tentram, dan
damai tentu akan sama-sama kita rasakan.
Jawahacaya
Apabila kama
bathara, gada sanyata, dan nala padhanga sudah dapat terlaksana secara
menyeluruh di negeri ini, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan
mencapai masa keemasannya. Jawah berarti hujan, caya berarti cahaya.
Hujan cahaya akan selalu turun di Bumi Nusantara.
Keempat
hal tersebut, titik fokusnya pada generasi muda dan para pemegang
kekuasaan. Oleh karena itu, demi masa depan Indonesia yang lebih baik,
sudah semestinya Maklumat Borobudur disebarluaskan keseluruh pelosok
negeri, agar tidak hanya menjadi piagam yang tak bermakna. Hal ini
sangat penting, mengingat generasi muda saat ini banyak mendapat
tantangan zaman, termasuk persoalan pornografi, narkoba, ketidakpedulian
akan budaya bangsa, dan cenderung terlena oleh arus globalisasi.
Sementara itu, kasus korupsi yang dilakukan oleh sebagian para pemegang
kekuasaan juga menjadi fokus dalam maklumat tersebut. Hal ini
seolah-olah menandakan betapa sulitnya mencari orang-orang amanah di
negeri ini, padahal kenyataannya mungkin masih banyak, tetapi waktu dan
kesempatan sajalah yang belum berpihak. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar
berilah komentar yang cerdas, jangan mencantumkan link hidup (bikin berat brooo,....)